ASMA BRONKIAL
1. PENGERTIAN
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Huddak & Gallo, 1997)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, 002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 :
2. PENYEBAB
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
o Reaksi antigen-antibodi
o Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
o Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
o Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature
o Iritan : kimia
o Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
o Emosional : takut, cemas dan tegang
o Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
3. TANDA DAN GEJALA
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
2. TANDA DAN GEJALA
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan cosinofit total
Uji kulit
Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Foto dada
Analisis gas darah
4. PENGKAJIAN
a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba
o Perpanjangan ekspirasi mengi
o Penggunaan otot-otot aksesori
o Perpendekan periode inpirasi
o Sesak nafas
o Restraksi interkostral dan esternal
o Krekels
b. Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c. Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d. Diaforesis
e. Distensi vera leher
f. Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g. Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h. Perubahan tingkat kesadaran
i. Hipokria
j. Hipotensi
k. Pulsus paradoksus > 10 mm
l. Dehidrasi
m. Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan energi/kelemahan
b) Kerusakan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
d) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi
6. INTERVENSI KEPERAWATAN
DP : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
KH : - Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki
Kaji/pantau frekuensi pernafasan
Catat adanya/derajat diespnea mis : gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan otot bantu
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan minimum
Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti makanan
Berikan obat sesuai indikasi
Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada
DP : Kerusakan pertukaran gas
Tujuan : Pertukaran gas efektie dan adekuat
KH : -Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
-Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan /situasi
Intervensi
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang
Tingguikan kepala tempat tidur, pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai kebutuhan / toleransi individu.
Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.
Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya perubahan.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Berikan oksigen yang ssi idikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
C. DP : Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kh : - Menunjukan peningkatan BB
- Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup untuk meningkatkan dan / mempertahanka berat yang tepat.
Intervensi :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB.
Avskultasi bunyi usus.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan berikan makan porsi kecil tapi sering.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Hindari maknan yang sangat panas / dingin.
Timbang BB sesuai induikasi.
Kaji pemeriksaan laboratorium, ex : alb.serum.
D. DP : Kurang pengetahuan
Tujuan : Pengetahuan miningkat
KH : - Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubung dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan
Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval semprotan, cara membersihkan.
Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti merokok pada klien atau orang terdekat
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI. Jakarta.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
Disadur dari :
http://tisna-untungbesar.blogspot.com/2009/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html
Wednesday, December 2, 2009
Monday, October 26, 2009
TB PARU / TUBERKULOSIS PARU
TB PARU / TUBERKULOSIS PARU
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
B. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
F. PENATALAKSANAAN
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).
ASKEP PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU
(TB PARU)
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala :
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek karena bekerja.
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
o Mimpi buruk.
Tanda :
o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego.
Gejala :
o Adanya faktor stres lama.
o Masalah keuanagan, rumah.
o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
o Populasi budaya.
Tanda :
o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.
3. Makanan / cairan.
Gejala :
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.
Tanda :
o Turgor kulit buruk.
o Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :
o Berhati-hati pada area yang sakit.
o Perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan.
Gejala :
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Nafas pendek.
o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.
Tanda :
o Peningkatan frekuensi nafas.
o Pengembangan pernafasan tak simetris.
o Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
o Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
o Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
o Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).
6. Keamanan.
Gejala :
o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda :
o Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial.
Gejala :
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
C. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
• Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
• Mendemontrasikan batuk efektif.
• Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
• Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
• Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
• Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
• Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
• Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
• Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
• Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
• Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
• Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
• Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
• Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
• Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
• Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta.
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
B. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
F. PENATALAKSANAAN
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).
ASKEP PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU
(TB PARU)
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala :
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek karena bekerja.
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
o Mimpi buruk.
Tanda :
o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego.
Gejala :
o Adanya faktor stres lama.
o Masalah keuanagan, rumah.
o Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
o Populasi budaya.
Tanda :
o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.
3. Makanan / cairan.
Gejala :
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.
Tanda :
o Turgor kulit buruk.
o Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda :
o Berhati-hati pada area yang sakit.
o Perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan.
Gejala :
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Nafas pendek.
o Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.
Tanda :
o Peningkatan frekuensi nafas.
o Pengembangan pernafasan tak simetris.
o Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
o Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
o Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
o Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).
6. Keamanan.
Gejala :
o Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda :
o Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial.
Gejala :
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
C. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
• Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
• Mendemontrasikan batuk efektif.
• Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
• Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
• Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
• Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
• Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
• Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
• Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
• Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
• Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
• Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
• Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
• Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
• Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
• Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
• Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta.
Monday, August 10, 2009
ASKEP KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
ASKEP KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
Pendahuluan
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri?
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Pengertian bunuh diri
Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :
Adatif<...........................................................................>Maladaptif
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide
risk taking destruktive behaviour
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
* Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
* Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
* Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
* Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
* Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
* Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Penyebab Bunuh diri
1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
Ø Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Ø Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
Ø Tangisan untuk minta bantuan
Ø Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Pengkajian resiko bunuh diri
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Ø Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø .Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Ø Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ø Ide bunuh diri
Ø Ancaman bunh diri
Ø Percobaan bunuh diri
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Ø Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
* Menyatakan harapannya untuk hidup
* Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
* Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
* Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø Tidak menghakimi dan empati
Ø Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
* Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
* Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
* Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
* Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
* Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
* Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
* Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
* Explorasi perilaku alternative
* Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
* Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø Mengajari keluarga technique limit setting
Ø Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Daftar Pustaka
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis.
Pendahuluan
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri?
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Pengertian bunuh diri
Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :
Adatif<...........................................................................>Maladaptif
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide
risk taking destruktive behaviour
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
* Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
* Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
* Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
* Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
* Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
* Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Penyebab Bunuh diri
1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
Ø Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Ø Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
Ø Tangisan untuk minta bantuan
Ø Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Pengkajian resiko bunuh diri
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Ø Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø .Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Ø Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ø Ide bunuh diri
Ø Ancaman bunh diri
Ø Percobaan bunuh diri
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Ø Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
* Menyatakan harapannya untuk hidup
* Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
* Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
* Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø Tidak menghakimi dan empati
Ø Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
* Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
* Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
* Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
* Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
* Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
* Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
* Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
* Explorasi perilaku alternative
* Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
* Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø Mengajari keluarga technique limit setting
Ø Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Daftar Pustaka
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis.
Saturday, July 18, 2009
HIDRONEFROSIS
Definisi
Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis(litiasis\renalis,nefrolitiasis).
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral- mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati.Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid. (diktat Sr.Mary Baradero,Renal Sistem)
Urolitiasis merupakan batu/kalkuli di traktus urinarius yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium posphat, dan asam urat yang meningkat. ( Brunner and Suddarth,2001:1460 )
Bladder Stone adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bias menyebabkan nyeri yang sangat, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
2.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolic , infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- factor tersebut antara lain :
A. Faktor Intrinsik :
a) Herediter (keturunan)
b) Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c) Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
B. Faktor Ekstrinsik :
a) Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b) Iklim dan temperature
c) Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d) Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
e) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.( Basuki b.purnomo,2007:57 )
Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit.Batu struvit(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat)juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal")
Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada factor-faktor predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection).Infeksi ini akan meningkatkan timbulnya zat-zat organic . Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap. Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat. Stasis urine juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organic dan mineral-mineral. Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai berikut :
A. Pemakan Antasid dalam jangka panjang
B. Terlalu banyak vitamin D,dan calsium carbonate
(Diktat Sr.Mary Baradero,Renal System)
Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
A. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli.
B. Batu terdiri atas Kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terdapat dalam urine.Kristal-kristal ini tetap dalam keadaan metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan –keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal.
C. Kristal-krital yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu/nukleasi yang kemudian akan mengadakan agregasi , dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang agak besar,tapi agregat Kristal ini masih rapuh dan belum cukup mampu membuat buntu/sumbatan saluran kemih.
D. Agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih /membentuk retensi Kristal,dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
E. Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
F. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun patogenesis pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama.misal batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu di saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang dapat mencegah timbulnya batu, antara lain :
A. Ion Magnesium ( Mg ) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
B. Sitrat,jika berikatan dengan kalsium membentuk garam kalsium sitrat sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang.
C. Senyawa protein atau senyawa organik yang dapat berfungsi sebagai inhibitor adalah :
a. Glikosaminoglikan ( GAG )
b. Protein Tamm Horsfall (THP )atau Uromukoid
c. Nefrokalsin
d. Osteopontin
Faktor-faktor predisposisi terjadinya renal kalkuli :
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia,polisitemia, mieloma multiple).
Pembagian Jenis Batu
A. Berdasarkan sifat materi penyusunnya :
a) An Organik Stone ( Ph basa ),contoh Ca oksalat, Ca fosfat, magnesium fosfat, garam triple fosfat.
b) Organik Stone ( Ph Asam), contoh uric acid dan cystin.
B. Secara Radiologis :
a) Batu Radio Opaque/nyata : umumnya adalah anorganik stone
b) Batu Radio lucent/tidak nyata, bersifat organic dan asam.
c) Batu organic campuran kalsium
C. Berdasarkan warna batu :
a) Warna sangat gelap dan ukuran kecil,ex : calcium oksalat
b) Warna putih, besar,dan halus ex: calcium fosfat
c) Warna coklat, kecil dan halus ex :Ca urat/asam urat.
2.3 Tanda dan Gejala
Berdasarkan lokasi batu,tanda dan gejala dari renal kalkuli bervariasi, antara lain :
A. Di kaliks minor atas ; terasa pegal di daerah pinggang,rasa sakit terus-menerus,kolik,gejala yang terjadi tiba-tiba menghilang secara perlahan-lahan,nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai kearah vulva atau penis, dapat di sertai anoreksia,mual,muntah, perut kembung, hematuria dan leukositosis.
B. Di kaliks minor bawah ; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor atas, tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang dapat merusak parenkim ginjal.
C. Di kaliks mayor ; merupakan batu korat yang tidak menyumbat, tidak timbul gejala akut,menimbulkan pielonefritis dan mendesak parenkim ginjal sehingga parenkim makin menipis.
D. Di pielum ; kadang menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga terjadi renal kolik pain.
E. Di atas Up Junction ; batu di bagian penyempitan ureter sehingga timbul kolik pain,disertai mual, muntah, dan hematuria.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal")
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. (http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal").
2.4 Patofisiologi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya renal kalkuli seperti :
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia, polisitemia, mieloma multiple).
Serta faktor presipitasi seperti: gaya hidup, intake cairan kurang, retensi urine, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi,dll.semua kondisi diatas akan mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine,dimana keadan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu, konsentrasi solut dalam urine, laju aliran urine ,dll yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan pembentukan kristal-kristal urine yang lama-kelamaan akan membesar dan menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari tractus urinarius mengalami obstruksi, urine akan terkumpul dibagian atas dari obstruksi dan mengakibatkan dilasi pada bagian itu.
Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong urine untuk melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilasi akan timbul dengan pelan tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya memberat, tekanan pada dinding ureter akan meningkat dan mengakibatkan dilasi pada uereter (hydroureter). Volume urine yang terkumpul meningkat dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis gimjal berdilasi (hydrophrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja tetapi bisa sampai ke jaringan-jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan kegagalan renal.
Obstruksi juga bisa mengakibatkan stagnansi urine. Urine yang straknant ini bisa bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi. Obstruksi pada tractus urinarius bawah dapat menyebabkan distensi bladder. Infeksi bisa timbul dan pembentukan batu.
Obstruksi pada tractus urinarius atas bisa berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada jaringan-jaringan ginjal dapat menyebabkan ischemia pada renal cortex dan medula dan dan dilasi tabula-tabula renal. Statis urine pada pelvis ginjal bisa menyebabkan infeksi dan pembentukan batu, yang bisa menambah kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat bisa mengadakan konpensasi, akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki , ginjal yang sehat pun akan mengalami hypertrophy karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak berfungsi. Obstrusi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan renal.
Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis(litiasis\renalis,nefrolitiasis).
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral- mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati.Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid. (diktat Sr.Mary Baradero,Renal Sistem)
Urolitiasis merupakan batu/kalkuli di traktus urinarius yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium posphat, dan asam urat yang meningkat. ( Brunner and Suddarth,2001:1460 )
Bladder Stone adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bias menyebabkan nyeri yang sangat, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
2.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolic , infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- factor tersebut antara lain :
A. Faktor Intrinsik :
a) Herediter (keturunan)
b) Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c) Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
B. Faktor Ekstrinsik :
a) Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b) Iklim dan temperature
c) Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d) Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
e) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.( Basuki b.purnomo,2007:57 )
Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit.Batu struvit(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat)juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal")
Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada factor-faktor predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection).Infeksi ini akan meningkatkan timbulnya zat-zat organic . Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap. Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat. Stasis urine juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organic dan mineral-mineral. Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai berikut :
A. Pemakan Antasid dalam jangka panjang
B. Terlalu banyak vitamin D,dan calsium carbonate
(Diktat Sr.Mary Baradero,Renal System)
Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
A. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli.
B. Batu terdiri atas Kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terdapat dalam urine.Kristal-kristal ini tetap dalam keadaan metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan –keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal.
C. Kristal-krital yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu/nukleasi yang kemudian akan mengadakan agregasi , dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang agak besar,tapi agregat Kristal ini masih rapuh dan belum cukup mampu membuat buntu/sumbatan saluran kemih.
D. Agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih /membentuk retensi Kristal,dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
E. Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
F. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun patogenesis pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama.misal batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu di saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang dapat mencegah timbulnya batu, antara lain :
A. Ion Magnesium ( Mg ) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
B. Sitrat,jika berikatan dengan kalsium membentuk garam kalsium sitrat sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang.
C. Senyawa protein atau senyawa organik yang dapat berfungsi sebagai inhibitor adalah :
a. Glikosaminoglikan ( GAG )
b. Protein Tamm Horsfall (THP )atau Uromukoid
c. Nefrokalsin
d. Osteopontin
Faktor-faktor predisposisi terjadinya renal kalkuli :
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia,polisitemia, mieloma multiple).
Pembagian Jenis Batu
A. Berdasarkan sifat materi penyusunnya :
a) An Organik Stone ( Ph basa ),contoh Ca oksalat, Ca fosfat, magnesium fosfat, garam triple fosfat.
b) Organik Stone ( Ph Asam), contoh uric acid dan cystin.
B. Secara Radiologis :
a) Batu Radio Opaque/nyata : umumnya adalah anorganik stone
b) Batu Radio lucent/tidak nyata, bersifat organic dan asam.
c) Batu organic campuran kalsium
C. Berdasarkan warna batu :
a) Warna sangat gelap dan ukuran kecil,ex : calcium oksalat
b) Warna putih, besar,dan halus ex: calcium fosfat
c) Warna coklat, kecil dan halus ex :Ca urat/asam urat.
2.3 Tanda dan Gejala
Berdasarkan lokasi batu,tanda dan gejala dari renal kalkuli bervariasi, antara lain :
A. Di kaliks minor atas ; terasa pegal di daerah pinggang,rasa sakit terus-menerus,kolik,gejala yang terjadi tiba-tiba menghilang secara perlahan-lahan,nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai kearah vulva atau penis, dapat di sertai anoreksia,mual,muntah, perut kembung, hematuria dan leukositosis.
B. Di kaliks minor bawah ; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor atas, tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang dapat merusak parenkim ginjal.
C. Di kaliks mayor ; merupakan batu korat yang tidak menyumbat, tidak timbul gejala akut,menimbulkan pielonefritis dan mendesak parenkim ginjal sehingga parenkim makin menipis.
D. Di pielum ; kadang menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga terjadi renal kolik pain.
E. Di atas Up Junction ; batu di bagian penyempitan ureter sehingga timbul kolik pain,disertai mual, muntah, dan hematuria.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal")
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. (http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal").
2.4 Patofisiologi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya renal kalkuli seperti :
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia, polisitemia, mieloma multiple).
Serta faktor presipitasi seperti: gaya hidup, intake cairan kurang, retensi urine, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi,dll.semua kondisi diatas akan mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine,dimana keadan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu, konsentrasi solut dalam urine, laju aliran urine ,dll yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan pembentukan kristal-kristal urine yang lama-kelamaan akan membesar dan menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari tractus urinarius mengalami obstruksi, urine akan terkumpul dibagian atas dari obstruksi dan mengakibatkan dilasi pada bagian itu.
Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong urine untuk melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilasi akan timbul dengan pelan tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya memberat, tekanan pada dinding ureter akan meningkat dan mengakibatkan dilasi pada uereter (hydroureter). Volume urine yang terkumpul meningkat dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis gimjal berdilasi (hydrophrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja tetapi bisa sampai ke jaringan-jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan kegagalan renal.
Obstruksi juga bisa mengakibatkan stagnansi urine. Urine yang straknant ini bisa bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi. Obstruksi pada tractus urinarius bawah dapat menyebabkan distensi bladder. Infeksi bisa timbul dan pembentukan batu.
Obstruksi pada tractus urinarius atas bisa berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada jaringan-jaringan ginjal dapat menyebabkan ischemia pada renal cortex dan medula dan dan dilasi tabula-tabula renal. Statis urine pada pelvis ginjal bisa menyebabkan infeksi dan pembentukan batu, yang bisa menambah kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat bisa mengadakan konpensasi, akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki , ginjal yang sehat pun akan mengalami hypertrophy karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak berfungsi. Obstrusi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan renal.
Wednesday, July 8, 2009
HIPERTIROID
HIPERTIROID
Definisi
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
-Toksisitas pada strauma multinudular
-Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)
-Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
-Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
-Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal
Manisfestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
-Kecemasan,ansietas,insomnia,dan tremor halus
-Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baik
-Intoleransi panas dan banyak keringat
-Papitasi,takikardi,aritmia jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardium
-Amenorea dan infertilitas
-Kelemahan otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)
-Osteoporosis disertai nyeri tulang
• Konsumsi Yodium Berlebihan
Kelenjar tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroidiodarone (cordarone), suatu obat yang digunakan untuk gangguan irama jantung, juga mengandung banyak yodium dan bisa menimbulkan gangguan tiroid.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
Aktifitas
gejala: Insomnia,sensitivitas meningkat
Sirkulasi
gejala: palpitasi dan nyeri dada
tadan: disritmia,takikardi saat istirahat
Intergritas ego
gejala: mengalami stres yang berat baik emosional maupun
tanda: emosi labil,depresi
Makanan/cairan
gejala: kehilangan berat badan yang mendadak
tanda: pembesaran tiroid,gointer,edema non-pittingterutama daerah pretibial
Neurosensori
gejala: bicaranya cepat dan parau,ganguan status mental dan perilaku,tremor halus pada tangan
Pernafasan
gajala: frekuensi pernafasan meningkan,dipneu,dipsneu,dan edema paru
Pemeriksaan diagnostik
-Tes ambilan RAI: Meningkat pd penyakit graves & toksik goiter noduler,mnurun pd tiroiditis
-T4 dan T3 serum: meningkat
-T4 dan T3 bebas serum:meningkat
-TSH: tertekan dan tidak bereson pd TRH
-Tiroglobulin: meningkat
-Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jk TRH dr tidak ada sampai meningkan setelah pemberian TRH
-Ambilan tiroid131:meningkat
-ikatan protei iodiun : meningkat
-gula darah:meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
-kortisol plasma: turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
-pemeriksaan fungsi heper : abnormal
-elektrolit: hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal atau efek dilusi dalam tera cairan pengganti.hipoklemia terjadi dengan sendiranya pada kehilangan melalui gastrointestinal
-dan diuresis
-katekolamin serum: menurun
-kreatinin urine: meningkat
-EKG: fibrilasi atrium,waktu sistolik memendek,kardio megali
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3. PERENCANAAN
DP 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan : mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental baik, tidak ada disritmia
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pantau CVP jika klien menggunakannya
- Periksa adanya nyeri dada a/ angina yang dikeluhka klien
- Auskultasi suara jantung ,perhatikan adanya bunyi jantung tambahan adanya irama gollap & murmur sistolik
- Auskultasi suara nafas
KOLABORASI
- Berikan cairan melalui IV sesuai dng indikasi
- Berikan obat sesuai dng idikasi
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi MANDIRI
- Hipotensi umum dpt terjadi sbg akibat vasodilatasi perifer yg berlebihan & panurunan volome sirkulasi
- Memberikan ukuran volume sirkulasi yg langsung & lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung pula
- Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung
- S1 dan murmur yg menonjol b’hub dng curah jantung meningkat pd keadaan hipermetabolikadanya S3 sbgai tanda adanya kemungkinan gagal jantung
Tanda awal adanya kongesti paru yg berhub dgn timbulnya gagal jantung
KOLABORASI
- Pemberian cairan IV dng cpt perlu u/ memperbaiki volume sirkulasitetapi harus di imbangi dng perhatian terhadap tanda & gejala gagal jantung
DP 2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Tujuan asuhan keperawatan : Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Data penunjang : mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pantau tanda vital & catat tanda vital baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas
- Catat berkembangnya Takipnue,dipneu,pucat,dan sianosis
- Berikan/ciptakan lingkungan yg tenang;ruangan dingin,turunkan stimulasi sensori,warna2 yg sejuk,musik santai
- Sarankan klien u/ mengurangi aktivitas & meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak2 nya jk memungkinkan
- Berikan tindakan yg membuat klien nyaman,separti;sentuhan
bedak yg sujuk
KOLABORASI
- Barikan obat sesuai dengan indikasi
Ex :sedatif : fenobarbital(luminal),
MANDIRI
- Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat,takikar(diatas 160x/menit) mungkin akan ditamukan
- Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan di tingkatkan pada keadaan hipermetabolik,yg mrpakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas
- Menurunkan stimulasi yangkemungkinan besar dpt menimbulkan agitasi,hiperaktif,dan insomni
- Membantu malawan pengaruh dan meningkatkan metabolisme
- Dpt menurunkan energi dlm saraf dan sulanjutnya meningkatkan rilaksasi
KOLABORASI
• u/ mengatasi keadaan(gugup),htperktif,dan insomnia
EVALUASI
•Curah jantung adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan TTV stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
•Kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
-Doenges,ME and moorhouse,MF: Rencana asuhan keperawatan,ed 3,jakarta:EGC,1999
-Price,SA and wilson,LM; Patofisiologi: konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2,jakarta:EGC,2005
Definisi
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
-Toksisitas pada strauma multinudular
-Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)
-Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
-Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
-Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal
Manisfestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
-Kecemasan,ansietas,insomnia,dan tremor halus
-Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baik
-Intoleransi panas dan banyak keringat
-Papitasi,takikardi,aritmia jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardium
-Amenorea dan infertilitas
-Kelemahan otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)
-Osteoporosis disertai nyeri tulang
• Konsumsi Yodium Berlebihan
Kelenjar tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroidiodarone (cordarone), suatu obat yang digunakan untuk gangguan irama jantung, juga mengandung banyak yodium dan bisa menimbulkan gangguan tiroid.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
Aktifitas
gejala: Insomnia,sensitivitas meningkat
Sirkulasi
gejala: palpitasi dan nyeri dada
tadan: disritmia,takikardi saat istirahat
Intergritas ego
gejala: mengalami stres yang berat baik emosional maupun
tanda: emosi labil,depresi
Makanan/cairan
gejala: kehilangan berat badan yang mendadak
tanda: pembesaran tiroid,gointer,edema non-pittingterutama daerah pretibial
Neurosensori
gejala: bicaranya cepat dan parau,ganguan status mental dan perilaku,tremor halus pada tangan
Pernafasan
gajala: frekuensi pernafasan meningkan,dipneu,dipsneu,dan edema paru
Pemeriksaan diagnostik
-Tes ambilan RAI: Meningkat pd penyakit graves & toksik goiter noduler,mnurun pd tiroiditis
-T4 dan T3 serum: meningkat
-T4 dan T3 bebas serum:meningkat
-TSH: tertekan dan tidak bereson pd TRH
-Tiroglobulin: meningkat
-Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jk TRH dr tidak ada sampai meningkan setelah pemberian TRH
-Ambilan tiroid131:meningkat
-ikatan protei iodiun : meningkat
-gula darah:meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
-kortisol plasma: turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
-pemeriksaan fungsi heper : abnormal
-elektrolit: hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal atau efek dilusi dalam tera cairan pengganti.hipoklemia terjadi dengan sendiranya pada kehilangan melalui gastrointestinal
-dan diuresis
-katekolamin serum: menurun
-kreatinin urine: meningkat
-EKG: fibrilasi atrium,waktu sistolik memendek,kardio megali
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3. PERENCANAAN
DP 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan : mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental baik, tidak ada disritmia
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pantau CVP jika klien menggunakannya
- Periksa adanya nyeri dada a/ angina yang dikeluhka klien
- Auskultasi suara jantung ,perhatikan adanya bunyi jantung tambahan adanya irama gollap & murmur sistolik
- Auskultasi suara nafas
KOLABORASI
- Berikan cairan melalui IV sesuai dng indikasi
- Berikan obat sesuai dng idikasi
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi MANDIRI
- Hipotensi umum dpt terjadi sbg akibat vasodilatasi perifer yg berlebihan & panurunan volome sirkulasi
- Memberikan ukuran volume sirkulasi yg langsung & lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung pula
- Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung
- S1 dan murmur yg menonjol b’hub dng curah jantung meningkat pd keadaan hipermetabolikadanya S3 sbgai tanda adanya kemungkinan gagal jantung
Tanda awal adanya kongesti paru yg berhub dgn timbulnya gagal jantung
KOLABORASI
- Pemberian cairan IV dng cpt perlu u/ memperbaiki volume sirkulasitetapi harus di imbangi dng perhatian terhadap tanda & gejala gagal jantung
DP 2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Tujuan asuhan keperawatan : Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Data penunjang : mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pantau tanda vital & catat tanda vital baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas
- Catat berkembangnya Takipnue,dipneu,pucat,dan sianosis
- Berikan/ciptakan lingkungan yg tenang;ruangan dingin,turunkan stimulasi sensori,warna2 yg sejuk,musik santai
- Sarankan klien u/ mengurangi aktivitas & meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak2 nya jk memungkinkan
- Berikan tindakan yg membuat klien nyaman,separti;sentuhan
bedak yg sujuk
KOLABORASI
- Barikan obat sesuai dengan indikasi
Ex :sedatif : fenobarbital(luminal),
MANDIRI
- Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat,takikar(diatas 160x/menit) mungkin akan ditamukan
- Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan di tingkatkan pada keadaan hipermetabolik,yg mrpakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas
- Menurunkan stimulasi yangkemungkinan besar dpt menimbulkan agitasi,hiperaktif,dan insomni
- Membantu malawan pengaruh dan meningkatkan metabolisme
- Dpt menurunkan energi dlm saraf dan sulanjutnya meningkatkan rilaksasi
KOLABORASI
• u/ mengatasi keadaan(gugup),htperktif,dan insomnia
EVALUASI
•Curah jantung adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan TTV stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
•Kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
-Doenges,ME and moorhouse,MF: Rencana asuhan keperawatan,ed 3,jakarta:EGC,1999
-Price,SA and wilson,LM; Patofisiologi: konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2,jakarta:EGC,2005
Wednesday, July 1, 2009
Clean Dry Skin With Right
Clean Dry Skin With Right
If you have dry skin that is certain to become sensitive or sensitive therefore. But you do not need to worry because this type of dry skin that needs careful handling. It's good you see some steps to clean the skin to dry properly.
Main things you must do is to clean with a gentle cleanser once a day that is before you sleep at night. In the morning you can just wash your face with warm water and use moisturizer. Types of dry skin tends to look dull indeed, so you have to do the process of shedding pengelupasan or dead skin cells once a week. To do this process, you can choose the scrub butirannya small-grain, smooth and soft.
We recommend you avoid wear scrubs consisting of particles of salt and beans because it tends to be rough so that the surface is able to tear your skin. This has caused injury hole in the skin can also cause a loss of moisture in the skin.
Do not clean the skin with hot water, and too often menguapi face because the face will cause the skin dry. We recommend you clean your face with susu solvents and do not use it that contain alkohol.Jika you use water to clean the face with a towel when mengeringkannya not entirely dried until the skin is still felt lembap. One thing more, you must be diligent and consume vitamin E supplements containing fatty acid extract of fish such as cod and avocado.
If you have dry skin that is certain to become sensitive or sensitive therefore. But you do not need to worry because this type of dry skin that needs careful handling. It's good you see some steps to clean the skin to dry properly.
Main things you must do is to clean with a gentle cleanser once a day that is before you sleep at night. In the morning you can just wash your face with warm water and use moisturizer. Types of dry skin tends to look dull indeed, so you have to do the process of shedding pengelupasan or dead skin cells once a week. To do this process, you can choose the scrub butirannya small-grain, smooth and soft.
We recommend you avoid wear scrubs consisting of particles of salt and beans because it tends to be rough so that the surface is able to tear your skin. This has caused injury hole in the skin can also cause a loss of moisture in the skin.
Do not clean the skin with hot water, and too often menguapi face because the face will cause the skin dry. We recommend you clean your face with susu solvents and do not use it that contain alkohol.Jika you use water to clean the face with a towel when mengeringkannya not entirely dried until the skin is still felt lembap. One thing more, you must be diligent and consume vitamin E supplements containing fatty acid extract of fish such as cod and avocado.
ASKEP KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
ASKEP KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
Pendahuluan
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri?
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Pengertian bunuh diri
Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :
Adatif<...........................................................................>Maladaptif
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide
risk taking destruktive behaviour
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
* Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
* Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
* Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
* Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
* Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
* Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Penyebab Bunuh diri
1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
Ø Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Ø Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
Ø Tangisan untuk minta bantuan
Ø Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Pengkajian resiko bunuh diri
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Ø Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø .Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Ø Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ø Ide bunuh diri
Ø Ancaman bunh diri
Ø Percobaan bunuh diri
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Ø Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
* Menyatakan harapannya untuk hidup
* Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
* Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
* Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø Tidak menghakimi dan empati
Ø Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
* Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
* Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
* Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
* Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
* Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
* Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
* Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
* Explorasi perilaku alternative
* Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
* Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø Mengajari keluarga technique limit setting
Ø Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Daftar Pustaka
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis.
Pendahuluan
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri?
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Pengertian bunuh diri
Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :
Adatif<...........................................................................>Maladaptif
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide
risk taking destruktive behaviour
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
* Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
* Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
* Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
* Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
* Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
* Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Penyebab Bunuh diri
1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
Ø Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Ø Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
Ø Tangisan untuk minta bantuan
Ø Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Pengkajian resiko bunuh diri
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Ø Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø .Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Ø Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ø Ide bunuh diri
Ø Ancaman bunh diri
Ø Percobaan bunuh diri
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Ø Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
* Menyatakan harapannya untuk hidup
* Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
* Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
* Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø Tidak menghakimi dan empati
Ø Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
* Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
* Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
* Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
* Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
* Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
* Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
* Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
* Explorasi perilaku alternative
* Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
* Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø Mengajari keluarga technique limit setting
Ø Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Daftar Pustaka
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis.
Wednesday, June 24, 2009
Ca OVARIUM / KANKER OVARIUM
A. Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
• Diet tinggi lemak
• merokok
• alkohol
• penggunaan bedak talk perineal
• riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
• riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
• nulipara
• infertilitas
• menstruasi dini
• tidak pernah melahirkan
D. Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
• haid tidak teratur
• ketegangan menstrual yang terus meningkat
• menoragia
• nyeri tekan pada payudara
• menopause dini
• rasa tidak nyaman pada abdomen
• dispepsia
• tekanan pada pelvis
• sering berkemih
• flatulenes
• rasa begah setelah makan makanan kecil
• lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1A : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1B : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1C : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2A : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2B : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2C : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3A : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3B : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3C : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.
F. Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
• USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
• Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
• Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
• Operasi (stadium awal)
• Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
• Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Data diri klien
• Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
• Riwayat kesehatan masa lalu
• Riwayat kesehatan keluarga
• Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
• Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
• Pemeriksaan fisik
• Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
• Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
• Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
• Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
• Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
• Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
• Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
• Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan
• Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan :
• Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
• Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
• Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
• Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
• Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan
• Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
• Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
• Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
• Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
• Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan
4. Evaluasi
1. Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
2. Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
3. Tidak adanya tanda-tanda disfungsi seksual
a. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
b. Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
• Diet tinggi lemak
• merokok
• alkohol
• penggunaan bedak talk perineal
• riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
• riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
• nulipara
• infertilitas
• menstruasi dini
• tidak pernah melahirkan
D. Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
• haid tidak teratur
• ketegangan menstrual yang terus meningkat
• menoragia
• nyeri tekan pada payudara
• menopause dini
• rasa tidak nyaman pada abdomen
• dispepsia
• tekanan pada pelvis
• sering berkemih
• flatulenes
• rasa begah setelah makan makanan kecil
• lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1A : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1B : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1C : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2A : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2B : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2C : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3A : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3B : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3C : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.
F. Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
• USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
• Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
• Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
• Operasi (stadium awal)
• Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
• Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Data diri klien
• Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
• Riwayat kesehatan masa lalu
• Riwayat kesehatan keluarga
• Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
• Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
• Pemeriksaan fisik
• Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
• Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
• Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
• Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
• Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
• Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
• Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
• Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan
• Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan :
• Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
• Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
• Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
• Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
• Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan
• Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
• Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
• Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
• Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
• Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan
4. Evaluasi
1. Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
2. Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
3. Tidak adanya tanda-tanda disfungsi seksual
a. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
b. Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Ca OVARIUM / KANKER OVARIUM
A.Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering
ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke
bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini
merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B.Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori
yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1.Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2.Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan
epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C.Faktor Risiko
•Diet tinggi lemak
•merokok
•alkohol
•penggunaan bedak talk perineal
•riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
•riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
•nulipara
•infertilitas
•menstruasi dini
•tidak pernah melahirkan
D.Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
•haid tidak teratur
•ketegangan menstrual yang terus meningkat
•menoragia
•nyeri tekan pada payudara
•menopause dini
•rasa tidak nyaman pada abdomen
•dispepsia
•tekanan pada pelvis
•sering berkemih
•flatulenes
•rasa begah setelah makan makanan kecil
•lingkar abdomen yang terus meningkat
E.Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1.Stadium 1A : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang
berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2.Stadium 1B : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel
ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3.Stadium 1C : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar
atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau
dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1.Stadium 2A : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2.Stadium 2B : perluasan jaringan pelvis lainnya
3.Stadium 2C : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu
atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung
sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum
di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil
tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1.Stadium 3A : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif
tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya
pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2.Stadium 3B : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar
getah bening negativ.
3.Stadium 3C : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga
metastasis ke permukaan liver.
F.Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila
pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas
(kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1.Kista cepat membesar
2.Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3.Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4.Kista dengan bagian padat
5.Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
•USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
•Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
•Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan
tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G.PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya
kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi
sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi
diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan
pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang,
fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem
saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
•Operasi (stadium awal)
•Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
•Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)
H.Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
•Data diri klien
•Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
•Riwayat kesehatan masa lalu
•Riwayat kesehatan keluarga
•Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
•Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
•Pemeriksaan fisik
•Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi
dan peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi
tubuh, perubahan kadar hormon
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
•Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
•Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
•Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
•Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
•Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan:
imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan
fungsi dan peran
Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
•Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
•Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan
keputusan
•Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran
tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual
yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur
atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan :
•Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
•Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa
alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
•Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
•Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
•Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan
•Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
•Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
•Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
•Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
•Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual
saat kelelahan
4.Evaluasi
1.Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
2.Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
3.Tidak adanya tanda-tanda disfungsi seksual
a. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
b. Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa
alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering
ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke
bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini
merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B.Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori
yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1.Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2.Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan
epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C.Faktor Risiko
•Diet tinggi lemak
•merokok
•alkohol
•penggunaan bedak talk perineal
•riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
•riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
•nulipara
•infertilitas
•menstruasi dini
•tidak pernah melahirkan
D.Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
•haid tidak teratur
•ketegangan menstrual yang terus meningkat
•menoragia
•nyeri tekan pada payudara
•menopause dini
•rasa tidak nyaman pada abdomen
•dispepsia
•tekanan pada pelvis
•sering berkemih
•flatulenes
•rasa begah setelah makan makanan kecil
•lingkar abdomen yang terus meningkat
E.Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1.Stadium 1A : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang
berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2.Stadium 1B : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel
ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3.Stadium 1C : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar
atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau
dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1.Stadium 2A : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2.Stadium 2B : perluasan jaringan pelvis lainnya
3.Stadium 2C : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu
atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung
sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum
di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil
tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1.Stadium 3A : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif
tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya
pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2.Stadium 3B : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar
getah bening negativ.
3.Stadium 3C : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga
metastasis ke permukaan liver.
F.Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila
pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas
(kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1.Kista cepat membesar
2.Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3.Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4.Kista dengan bagian padat
5.Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
•USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
•Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
•Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan
tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G.PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya
kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi
sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi
diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan
pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang,
fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem
saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
•Operasi (stadium awal)
•Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
•Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)
H.Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
•Data diri klien
•Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
•Riwayat kesehatan masa lalu
•Riwayat kesehatan keluarga
•Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
•Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
•Pemeriksaan fisik
•Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi
dan peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi
tubuh, perubahan kadar hormon
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
•Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
•Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
•Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
•Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
•Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan:
imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan
fungsi dan peran
Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
•Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
•Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan
keputusan
•Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran
tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual
yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur
atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan :
•Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
•Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa
alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
•Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
•Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
•Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan
•Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
•Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
•Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
•Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
•Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual
saat kelelahan
4.Evaluasi
1.Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
2.Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
3.Tidak adanya tanda-tanda disfungsi seksual
a. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
b. Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa
alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Wednesday, June 17, 2009
penyebaran HIV
HIV SANGAT BAHAYA
perkembangan penyebaran virus HIV sangat cepat, tidak hanya menyerang orang dewasa maupun golongan tertentu, namun bisa juga terjadi pada anak-anak, orang tua maupun siapa saja, tanpa melihat jenis kelamin atau golongan.
tercatat perkembangan virus HIV ini juga terjadi melalui pemakaian jarum suntik narkoba atau obat terlarang lainya. disamping melalui hubungan sexual tanpa kondom, dan tranfusi darah yang tercemar virus HIV. bahkan penyebaran melalui jarum suntik menepati urutan paling atas.
jadi jangan pernah menganggap kita tidak akan ter infeksi HIV hanya karena kita selalu setia pada pasangan kita, atau selalu menggunakan kondom setiap berhubungan sexs.pernahkah kita membayangkan diri kita terinfeksi karena keteledoran kita menggunakan pisau cukur secara bersama tanpa di sterilkan, atau menggunakan alat suntik bersama-sama? karena itu sadarilah status HIV sebelum segalanya terlambat.
perkembangan penyebaran virus HIV sangat cepat, tidak hanya menyerang orang dewasa maupun golongan tertentu, namun bisa juga terjadi pada anak-anak, orang tua maupun siapa saja, tanpa melihat jenis kelamin atau golongan.
tercatat perkembangan virus HIV ini juga terjadi melalui pemakaian jarum suntik narkoba atau obat terlarang lainya. disamping melalui hubungan sexual tanpa kondom, dan tranfusi darah yang tercemar virus HIV. bahkan penyebaran melalui jarum suntik menepati urutan paling atas.
jadi jangan pernah menganggap kita tidak akan ter infeksi HIV hanya karena kita selalu setia pada pasangan kita, atau selalu menggunakan kondom setiap berhubungan sexs.pernahkah kita membayangkan diri kita terinfeksi karena keteledoran kita menggunakan pisau cukur secara bersama tanpa di sterilkan, atau menggunakan alat suntik bersama-sama? karena itu sadarilah status HIV sebelum segalanya terlambat.
Sunday, June 14, 2009
UROLITHIASIS
A. DEFINITION
Urolithiasis is an emergency of a cumulation oksalat, calculi (kidney stones) in the ureter or the kidney area. Symptoms of excessive pain in the waist, Nausea, vomiting, fever, hematuria. More occurred in men dibanging women 3:1 in comparison with the age of 30-60 years. Urine color, such as snoring or red tea.
Vesikolithiasis (bladder stones) there is a stone in the bladder. Vesikolithiasis refers to the stone / kalkuli in vesika urinaria. Stone formed in the funnel urinal (vesika urinaria) when the thickness of the substance of urine, the calcium oksalat, calcium phosphate, acid strand of improvement. Stone urinal (urolithiasis) can arise at various levels of the system urination (kidney, ureter, bladder), but the most frequently found in the kidney (nephrollihiasis). Approximately one third of individuals who suffer at the channel will chew up the nomination dijangkiti the kidney.
B. Etiology
Theory of the formation of stones: 1). Theory core (nucleus): crystal and a foreign object is settling in urin crystals that have been experienced supersaturasi. 2) Theory matrik Matrik organic or derived from serum protein-protein provides the possibility urin crystal precipitation. 3) crystallization inhibitor Theory: Some substance in urin prevent the occurrence of crystallization, a concentration or occurrence of absennya allows crystallization. Almost half of the cases of stone in the urinal is idiopatik. Factors that influence the process of kalkuligenesis or the formation of stones in the vesika urinaria, among others: the flow of water ¬ Disorders urine / obstruksi static and Disturbances metabolism urin ¬ ¬ channel urine infection by microorganisms powerless to make urease (Proteus Mirabilis). Channel urine infection can cause kidney nekrosis network or other channels urine (vesika urinaria) and will be the core of the formation of stone lines urine. ¬ ¬ foreign Benda died Network (nekrosis papil) ¬ Sex Data indicate that the stone channel more urine found in the male. ¬ The descendants of a family member with a channel stone chew have more opportunity to have a stone channel urine from the other. ¬ have drinking water diuresis with how much water will reduce the possibility terbentuknya stone, while less water when the level of all substances in urin akan akan simplify and increase the formation of stones. According to the saturation water content, especially calcium mineralnya estimated influence terbentuknya ureter stones. ¬ Workers Employment-workers a lot of hard labor such as moving and farmers will reduce the likelihood of a stone channel urine when compared with many workers who are seated. ¬ Food Society consume a lot of animal protein morbiditas number decreased ureter stones, while the people with low socio-economic condition more often. Population vegetarian meals that are less white eggs often suffer stone urine channel (vesika urinaria dab uretra). ¬ Temperature is the bersuhu spent a lot of heat causing perspiration, will reduce the production of urin and easier formation of stone lines urine.
C. PATOFISIOLOGI
Stone in the urinal obstruksi lines derived from the urine, may occur only obstruksi partial or complete. Obstruksi can become a full hidronefrosis with the signs and symptoms. Patofisiologisnya process is mechanical. Urolithiasis is the crystallization of minerals from the surrounding matrix, such as pus, blood, a network that is not vital, tumor or blood vessel. Increasing the concentration of the solution due urin low fluid intake and also increase the organic materials due to static ISK or urin, mensajikan digs for the formation of stones. Add in the infection to increase basahan urin (Amonium by production), which result in presipitasi calcium phosphate and magnesium phosphate Amonium. Renalis calculus composition and the factors that are encouraging: No composition / type of stone supporting factors / causes of Calcium 1 (oksalat and phosphate) Hiperkalsemia Hiperkasiuri Impact of Vitamin D Hiperparatiroidisme Intoksikasi dislocated a severe disease Asidosis Tubulus Renalis Intake steroid purine Ph urin high Low urine volume and 2 acid urin (Gout) Diet and high purine ph urin low urin Volume 3 low xanthine Cystinuria and Cystine impact of genetic disruption of amino acid metabolism and mechanisms of formation of xanthineuria kidney stones or urine channel is not known exactly, but some the book is the stone could be caused by the following: a. There is presipitasi salt-soluble salt in the urine, when urine is saturated precipitation will occur. b. There is a core (nidus). For example there is infection then occurs tukak, which is the core tukak stone formation, as the place menempelnya particles on the stone's core. c. Changes in pH or any other colloid in urine will neutralize meyebabkan load and the occurrence of precipitation. Speed of growth depends on a stone to stone location, such as a stone jar on the faster growth of the disbanding of kidney stones. It also depends on the reaction of the urine, that is stone sour akan rapid growth in urin with a low pH. Urin composition will also facilitate the growth of stones, because there are substances-substances in urine that it can not be relatively late. Another thing that will accelerate the growth is due to a stone infection. Kidney stones in a certain amount to grow attached to the top of the papil and remain in kaliks, who came to pyelum which can then move to the distal area, remain or settle in a place where any time and developed into a large stone.
D. PATHWAY
Decrease in fluid intake Static urin urine infection channel Renal / kidney concentration urin solvent crystallization of mineral matrix surrounding Obstruksi sal urine prsial / total kidney stone / urolithiasis Ureter / ureterolithiasis Vesikolithiasis auaretrolithiasis Changes elimination pattern BAK Operation open Resti infection Port entrée de micro Poor information Poor knowledge conditions does it feel comfortable Ggn: painful hipotalamus stimulate nociseptor
E. Complications
If the stone is left can be a breeding bacteria that can cause urine infection channel, pylonetritis, and ultimately, kidney damage, kidney failure and then emerged with all the consequences that are far more severe.
F. Clinical manifestations
a) In addition to the severe pain attacks that occur in a sudden take a moment and then suddenly disappear and then, reappear, along with rapid pulse, pallor, cold sweat and blood pressure down or called kolik, also accompanied by pain that blurred repeatedly in the kidney and the feeling of hot or burned at the waist that can take several days to several weeks. Hematuri can also occur when there is a wound in urine due to channel shifting stones.
b) When the going can be touched hydronefrosis kidney enlargement. Urin fever and a turbid akan also experienced kidney stone sufferer. Fever indicates infection broadcaster. If a stoppage comprehensive channel urine, body temperature can suddenly high repeatedly. c. Anuria akan stones occur when there is bilateral or if there is only one kidney patients.
G. FOCUS
1) Data subjective pain Pain (kolik renal) are the main symptoms of the acute episode of renal calculus. Location of pain depends on the location of the stone. When the trophies are in a new kidney, pain is the result of more hidronefrosis that it is dull and constant, especially arising in the costovertebral angle. When you walk along stone ureter pain increase and are becoming intermiten. Caused by pressure due spasme ureter stones. Pain along anterior path of the ureter down to the supra pubis and crawling to external genetalia. Often the quiet stone and do not cause symptoms for several years, and this indeed occurred in the kidney stone is very large. Stone which is very small and can be fine unwittingly passed by the person. Nausea and vomiting often accompany the kolik renal.
2) Objective data Urin monitored blood on there. Gross hematuria / fresh bleeding happens when the stones can be edge-tapering pinggirnya and can also occur mikrohematuri. If there is a stone is suspected, all urin be filtered to determine there is a stone that can be out of time berkemih. Pattern berkemih recorded, because berkemih but often a little bit once. Asiditas or kalkalisan urin checked with PH paper / litmus paper.
H. Nursing diagnosis AND INTERVENTIONS
1. Interference feeling comfortable: there is excessive pain in the waist area of the stone bd on a narrow area in the ureter or the kidney. Data support: ¬ ¬ weary of excessive weakness, nausea, vomiting, cold sweat ¬ nervous patients Destination: Pain can be sick / lost. Criteria: • Kolik reduced / lost • Patients do not complain illness • Patients can rest quietly. Action Plan ¬ Kaji intensity, location and area and the spreading of pain ¬ Observation of abdominal pain ¬ Explain to the patient the cause of pain patients Suggest ¬ ¬ Please drink a lot of positions and a comfortable environment ¬ Teach relaxation techniques, distortion and techniques to imagine a guide eliminate pain without drugs. ¬ cooperation with the health care team: • The provision of drugs The anti-drug addict • spasmotika
2. Perubaha pattern of elimination obstruksi bd (calculi) in the renal or the uretra. Supporting Data: • Urine out put <50 cc perjam • Regional perifer pale cold blood • <100/70 mmHg • Nadi> 120 x permenit respiratory •> 28 x permenit • Charging capillary> 3 seconds Objectives: Disturbances perfusi can be overcome Criteria: • 30-50 cc urine production perjam • • Perifer warm vital signs in the limit of normal • Charging capillary <3 seconds Action Plan - Observation vital signs - Observed urine production per hour - Observed changes in the level of awareness - Cooperation with the health care team: -- laboratory examination: kadae ureum / kreatinin, Hb, HCT Urine
3. Lack of knowledge about the condition of the disease less bd Data supporting information: Patients not claim to understand about the disease in patients less cooperative treatment program Purpose: Knowledge about the disease patients increased Criteria: • Patient understanding of disease processes • Discuss the process of the Action Plan of the disease: - Kaji level knowledge patients and families - an opportunity to patients / families to express perasaannya - Discuss the importance of infusion fluids - Suggest white patients to drink 6-8 liters of water per day for no contra indications - Limit physical activity weight - Discuss the importance of low-calcium diet - Cooperation with the health team : ¬ Diet low protein, low calcium and posfat ¬ chlorida of ammonium and mandelamine
4. Resti infections associated with microorganisms entrée de port through the operation wound. Goal: No infection occurred Criteria results: ¬ Improve healing time with the right, free from drainage purulen / eritema, and no fever ¬ says the cause of the risk factors ¬ Demonstrating techniques, changes in living patterns to reduce the risk intervention: - Record the characteristics of urine, and note whether the changes relate to the pain complaint pinggul. - Test urine with pH paper Nitrazin - Report a halt the flow of urin abruptly. - Observation and record wound drainage, signs inflamasi insisi, the systemic sepsis. - Replace the bandage according indication, when wearing. - Kaji area in the thigh skin fold, perineum - Awasi vital signs
Urolithiasis is an emergency of a cumulation oksalat, calculi (kidney stones) in the ureter or the kidney area. Symptoms of excessive pain in the waist, Nausea, vomiting, fever, hematuria. More occurred in men dibanging women 3:1 in comparison with the age of 30-60 years. Urine color, such as snoring or red tea.
Vesikolithiasis (bladder stones) there is a stone in the bladder. Vesikolithiasis refers to the stone / kalkuli in vesika urinaria. Stone formed in the funnel urinal (vesika urinaria) when the thickness of the substance of urine, the calcium oksalat, calcium phosphate, acid strand of improvement. Stone urinal (urolithiasis) can arise at various levels of the system urination (kidney, ureter, bladder), but the most frequently found in the kidney (nephrollihiasis). Approximately one third of individuals who suffer at the channel will chew up the nomination dijangkiti the kidney.
B. Etiology
Theory of the formation of stones: 1). Theory core (nucleus): crystal and a foreign object is settling in urin crystals that have been experienced supersaturasi. 2) Theory matrik Matrik organic or derived from serum protein-protein provides the possibility urin crystal precipitation. 3) crystallization inhibitor Theory: Some substance in urin prevent the occurrence of crystallization, a concentration or occurrence of absennya allows crystallization. Almost half of the cases of stone in the urinal is idiopatik. Factors that influence the process of kalkuligenesis or the formation of stones in the vesika urinaria, among others: the flow of water ¬ Disorders urine / obstruksi static and Disturbances metabolism urin ¬ ¬ channel urine infection by microorganisms powerless to make urease (Proteus Mirabilis). Channel urine infection can cause kidney nekrosis network or other channels urine (vesika urinaria) and will be the core of the formation of stone lines urine. ¬ ¬ foreign Benda died Network (nekrosis papil) ¬ Sex Data indicate that the stone channel more urine found in the male. ¬ The descendants of a family member with a channel stone chew have more opportunity to have a stone channel urine from the other. ¬ have drinking water diuresis with how much water will reduce the possibility terbentuknya stone, while less water when the level of all substances in urin akan akan simplify and increase the formation of stones. According to the saturation water content, especially calcium mineralnya estimated influence terbentuknya ureter stones. ¬ Workers Employment-workers a lot of hard labor such as moving and farmers will reduce the likelihood of a stone channel urine when compared with many workers who are seated. ¬ Food Society consume a lot of animal protein morbiditas number decreased ureter stones, while the people with low socio-economic condition more often. Population vegetarian meals that are less white eggs often suffer stone urine channel (vesika urinaria dab uretra). ¬ Temperature is the bersuhu spent a lot of heat causing perspiration, will reduce the production of urin and easier formation of stone lines urine.
C. PATOFISIOLOGI
Stone in the urinal obstruksi lines derived from the urine, may occur only obstruksi partial or complete. Obstruksi can become a full hidronefrosis with the signs and symptoms. Patofisiologisnya process is mechanical. Urolithiasis is the crystallization of minerals from the surrounding matrix, such as pus, blood, a network that is not vital, tumor or blood vessel. Increasing the concentration of the solution due urin low fluid intake and also increase the organic materials due to static ISK or urin, mensajikan digs for the formation of stones. Add in the infection to increase basahan urin (Amonium by production), which result in presipitasi calcium phosphate and magnesium phosphate Amonium. Renalis calculus composition and the factors that are encouraging: No composition / type of stone supporting factors / causes of Calcium 1 (oksalat and phosphate) Hiperkalsemia Hiperkasiuri Impact of Vitamin D Hiperparatiroidisme Intoksikasi dislocated a severe disease Asidosis Tubulus Renalis Intake steroid purine Ph urin high Low urine volume and 2 acid urin (Gout) Diet and high purine ph urin low urin Volume 3 low xanthine Cystinuria and Cystine impact of genetic disruption of amino acid metabolism and mechanisms of formation of xanthineuria kidney stones or urine channel is not known exactly, but some the book is the stone could be caused by the following: a. There is presipitasi salt-soluble salt in the urine, when urine is saturated precipitation will occur. b. There is a core (nidus). For example there is infection then occurs tukak, which is the core tukak stone formation, as the place menempelnya particles on the stone's core. c. Changes in pH or any other colloid in urine will neutralize meyebabkan load and the occurrence of precipitation. Speed of growth depends on a stone to stone location, such as a stone jar on the faster growth of the disbanding of kidney stones. It also depends on the reaction of the urine, that is stone sour akan rapid growth in urin with a low pH. Urin composition will also facilitate the growth of stones, because there are substances-substances in urine that it can not be relatively late. Another thing that will accelerate the growth is due to a stone infection. Kidney stones in a certain amount to grow attached to the top of the papil and remain in kaliks, who came to pyelum which can then move to the distal area, remain or settle in a place where any time and developed into a large stone.
D. PATHWAY
Decrease in fluid intake Static urin urine infection channel Renal / kidney concentration urin solvent crystallization of mineral matrix surrounding Obstruksi sal urine prsial / total kidney stone / urolithiasis Ureter / ureterolithiasis Vesikolithiasis auaretrolithiasis Changes elimination pattern BAK Operation open Resti infection Port entrée de micro Poor information Poor knowledge conditions does it feel comfortable Ggn: painful hipotalamus stimulate nociseptor
E. Complications
If the stone is left can be a breeding bacteria that can cause urine infection channel, pylonetritis, and ultimately, kidney damage, kidney failure and then emerged with all the consequences that are far more severe.
F. Clinical manifestations
a) In addition to the severe pain attacks that occur in a sudden take a moment and then suddenly disappear and then, reappear, along with rapid pulse, pallor, cold sweat and blood pressure down or called kolik, also accompanied by pain that blurred repeatedly in the kidney and the feeling of hot or burned at the waist that can take several days to several weeks. Hematuri can also occur when there is a wound in urine due to channel shifting stones.
b) When the going can be touched hydronefrosis kidney enlargement. Urin fever and a turbid akan also experienced kidney stone sufferer. Fever indicates infection broadcaster. If a stoppage comprehensive channel urine, body temperature can suddenly high repeatedly. c. Anuria akan stones occur when there is bilateral or if there is only one kidney patients.
G. FOCUS
1) Data subjective pain Pain (kolik renal) are the main symptoms of the acute episode of renal calculus. Location of pain depends on the location of the stone. When the trophies are in a new kidney, pain is the result of more hidronefrosis that it is dull and constant, especially arising in the costovertebral angle. When you walk along stone ureter pain increase and are becoming intermiten. Caused by pressure due spasme ureter stones. Pain along anterior path of the ureter down to the supra pubis and crawling to external genetalia. Often the quiet stone and do not cause symptoms for several years, and this indeed occurred in the kidney stone is very large. Stone which is very small and can be fine unwittingly passed by the person. Nausea and vomiting often accompany the kolik renal.
2) Objective data Urin monitored blood on there. Gross hematuria / fresh bleeding happens when the stones can be edge-tapering pinggirnya and can also occur mikrohematuri. If there is a stone is suspected, all urin be filtered to determine there is a stone that can be out of time berkemih. Pattern berkemih recorded, because berkemih but often a little bit once. Asiditas or kalkalisan urin checked with PH paper / litmus paper.
H. Nursing diagnosis AND INTERVENTIONS
1. Interference feeling comfortable: there is excessive pain in the waist area of the stone bd on a narrow area in the ureter or the kidney. Data support: ¬ ¬ weary of excessive weakness, nausea, vomiting, cold sweat ¬ nervous patients Destination: Pain can be sick / lost. Criteria: • Kolik reduced / lost • Patients do not complain illness • Patients can rest quietly. Action Plan ¬ Kaji intensity, location and area and the spreading of pain ¬ Observation of abdominal pain ¬ Explain to the patient the cause of pain patients Suggest ¬ ¬ Please drink a lot of positions and a comfortable environment ¬ Teach relaxation techniques, distortion and techniques to imagine a guide eliminate pain without drugs. ¬ cooperation with the health care team: • The provision of drugs The anti-drug addict • spasmotika
2. Perubaha pattern of elimination obstruksi bd (calculi) in the renal or the uretra. Supporting Data: • Urine out put <50 cc perjam • Regional perifer pale cold blood • <100/70 mmHg • Nadi> 120 x permenit respiratory •> 28 x permenit • Charging capillary> 3 seconds Objectives: Disturbances perfusi can be overcome Criteria: • 30-50 cc urine production perjam • • Perifer warm vital signs in the limit of normal • Charging capillary <3 seconds Action Plan - Observation vital signs - Observed urine production per hour - Observed changes in the level of awareness - Cooperation with the health care team: -- laboratory examination: kadae ureum / kreatinin, Hb, HCT Urine
3. Lack of knowledge about the condition of the disease less bd Data supporting information: Patients not claim to understand about the disease in patients less cooperative treatment program Purpose: Knowledge about the disease patients increased Criteria: • Patient understanding of disease processes • Discuss the process of the Action Plan of the disease: - Kaji level knowledge patients and families - an opportunity to patients / families to express perasaannya - Discuss the importance of infusion fluids - Suggest white patients to drink 6-8 liters of water per day for no contra indications - Limit physical activity weight - Discuss the importance of low-calcium diet - Cooperation with the health team : ¬ Diet low protein, low calcium and posfat ¬ chlorida of ammonium and mandelamine
4. Resti infections associated with microorganisms entrée de port through the operation wound. Goal: No infection occurred Criteria results: ¬ Improve healing time with the right, free from drainage purulen / eritema, and no fever ¬ says the cause of the risk factors ¬ Demonstrating techniques, changes in living patterns to reduce the risk intervention: - Record the characteristics of urine, and note whether the changes relate to the pain complaint pinggul. - Test urine with pH paper Nitrazin - Report a halt the flow of urin abruptly. - Observation and record wound drainage, signs inflamasi insisi, the systemic sepsis. - Replace the bandage according indication, when wearing. - Kaji area in the thigh skin fold, perineum - Awasi vital signs
Subscribe to:
Comments (Atom)